Siapa yang kalau mau pergi suka merasa bingung saat memilih baju? Rasanya pakai itu-itu saja, padahal satu lemari isinya penuh juga?
Jujur, saya pernah mengalami hal itu. Rasanya ingin beli ketika melihat baju yang bagus. Minimal saat lebaran gitu ya. Namun seiring berjalannya waktu, apalagi melihat model baju lama keluar lagi sementara saya pernah pakai di waktu kecil, saya jadi sedikit sadar. Ternyata gaya itu akan berputar-putar pada akhirnya.
Selain itu, ternyata industri fashion jadi salah satu penyumbang dampak buruk lingkungan dan krisis iklim. Kok bisa?
Fast fashion punya dampak buruk terhadap lingkungan, seperti:
- Limbah tekstil yang sulit diurai dan didaur ulang.
- Pencemaran air dan tanah akibat pewarna kimia yang digunakan.
- Emisi gas rumah kaca dari bahan bakar fosil yang digunakan untuk menghidupkan mesin-mesin dan peralatan produksi.
Paling tidak, 3 utama itu sih dampak fast fashion untuk lingkungan kita. Lalu, bisakah kita untuk menguranginya?
Tentu saja bisa. Ada beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk mengurangi dampak buruk fashion pada lingkungan, antara lain:
- Ubah pola saat berbelanja. Jangan terlalu buta dengan fast fashion dan tren. Sebaiknya beli pakaian yang nyaman digunakan. Pilih kualitas, bukan kuantitas. Kalau bisa, pilih model Timeless dan long-lasting. Jika masih bisa diperbaiki, ya perbaiki dulu.
- Mix and match atau padu padan. Jika merasa pakaian kita itu-itu saja, bisa banget diubah atasan dan bawahan. Buat cewek yang memakai kerudung, hijab yang berbeda cukup membantu.
- Sewa Baju. Untuk acara tertentu, menyewa baju itu bisa banget, seperti saat wisuda, karnaval, bahkan pernikahan. Di kota-kota besar, persewaan itu cukup laris manis.
- Thrifting dan preloved. Berburu pakaian bekas, kenapa tidak? Setahu saya, yang seperti ini sudah banyak. Kalau saya pribadi, dapat baju bekasnya itu dari Kakak Perempuan. Sejak kecil, 'lungsuran' sudah biasa di keluarga. Bahkan Baju-baju bayi di rumah pun ada yang usianya 20 tahunan dan beberapa bulan lalu masih digunakan keponakan yang baru lahir.
- Berkreasi dengan pakaian bekas. Jika ada pakaian bekas menumpuk, tapi tidak bisa dijual atau dibagikan, mengkreasikan jadi barang lain bisa jadi kunci. Saya sering melihat kreasi tas jinjing juga pouch dari barang bekas ini. Apa pun kreasinya bisa dicoba di rumah.
Fashion Reimagined: Upcycling Waste into Wearable Art
Bicara kreasi barang bekas yang didaur ulang, pas banget karena Jumat, 28 Februari 2025 lalu kami #EcoBloggerSquad berkumpul, belajar dengan tema Fashion Reimagined: Upcycling Waste into Wearable Art bersama Kak Novieta Tourisia @cintabumiartisans serta Kak Margaretha Mala. Penasaran apa saja yang dibahas?
Seperti yang kita tahu bahwa fast fashion itu punya banyak dampak buruk pada lingkungan. Untuk itu, Sustainable fashion atau mode berkelanjutan perlu dilakukan. Ini merupakan praktik rancangan, produksi, distribusi, dan implementasi mode berbusana yang mempertimbangkan dampak manusia dan lingkungan agar lebih seimbang.
Mode berkelanjutan bisa dimulai dari kita, seperti cara yang saya sebutkan sebelumnya. Namun, Komunitas juga punya peran penting untuk praktik sustainable fashion karena bagaimanapun kita harus tahu pentingnya pengurangan sampah dalam mode dan kehidupan sehari-hari. Seperti dengan menenun serta mendaur ulang sampah agar jadi karya seni yang bisa digunakan kembali.
Bersama Kak Margaretha Mala, yang merupakan Srikandi pelestari tradisi dan konservasi, kami belajar apa itu Tenun Endo Segadok. Komunitas Tenun Endo Segadok merupakan kelompok yang mengangkat Tenun Iban sebagai salah satu tradisi turun temurun oleh Nenek Moyang Suku Iban (Suku Dayak yang terdapat di Sarawak, Kalimantan Barat) yang dilakukan oleh perempuan Iban dengan tujuan menghasilkan kain untuk berbagai acara, mulai dari upacara kelahiran sampai kematian.
Tenun Endo Segadok ini berasal dari lembaran-lembaran yang diwarnai dengan pewarna alam di mana prosesnya ada ritual khusus yang disebut Nakar atau Perminyakan. Dalam prosesnya ini, tidak boleh dilakukan di dalam rumah, tidak boleh saat ada yang meninggal, perempuan menstruasi dan hamil dilarang, dan hanya boleh dilakukan oleh perempuan tua yang sudah beruban, sekitar usia 60-an tahun.
Itu baru proses Nakar-nya ya. Pemilihan pewarna alam juga tak kalah penting seperti dengan Rengat Padi, Pasak Bumi, Meranti Merah dan lainnya. FYI, dalam sejarah suku Iban dulu, menenun itu jadi persyaratan perempuan diperbolehkan untuk menikah. Itulah mengapa melestarikan tradisi ini jadi cukup penting dan memang masih dipercayai sampai sekarang.
Jika kita mau mengadopsi Tenun Endo Segadok ini, apalagi dengan motif khusus seperti ular dan lainnya, ritual perlu dilakukan. Kenapa? Selain soal kepercayaan, hal ini agar kita lebih bisa menghargai hasil tenun, bukan hanya menukar uang untuk kesenangan sendiri.
Konsep Baru Fashion: Mendaur Ulang Sampah menjadi Karya Seni yang Dapat Dipakai
Jika belajar Tenun Endo Segadok terlihat lebih khusus dan misterius, maka bersama Kak Novieta Tourisia @cintabumiartisans kita lebih santai untuk belajar Ecoprint. Cinta Bumi Artisans merupakan studio kain, serat dan pewarna alami yang berbasis di Ubud Bali dengan fokus edukasi dan cipta karya yang menggabungkan kearifan leluhur, ketrampilan, berkria, dan kreativitas berkesadaran. Kak Novieta mengajak kita belajar memanfaatkan sampah fashion untuk jadi karya seni yang bisa dipakai seperti tas jinjing, selendang, aksesoris, dan lainnya.
Keberhasilan membuat Ecoprinting ini harus dilakukan dengan tahapan yang benar. Kain yang digunakan itu seratnya alami dan harus dicuci dan digosok terlebih dahulu dengan air hangat dan sabun ramah alam seperti lerak. Proses memampukan agar bisa menyerap dan mengikat warna. Lalu proses pewarnaan. Untuk warna alami, bahan yang digunakan bisa berbagai jenis daun seperti Kelor, Ketapang, Daun Jambu, bahkan kulit bawang pun bisa digunakan. Terakhir itu finishing di mana kita harus menunggu bahan yang di-ecoprint selama 5-7 hari sebelum dicuci. Siap deh daur ulang yang bisa dipakai dan bisa jadi konsep baru untuk gaya kita sehari-hari.
Sustainable Fashion, Jaga Bumi Dimulai dari Diri Sendiri
Membayangkan lingkungan itu seperti sesuatu yang besar. Namun untuk menjaganya, bisa banget lho dimulai dari diri sendiri. Mode berkelanjutan dan ramah lingkungan dapat kita mulai dari hal kecil. Asal dilakukan secara terus menerus dan bersama, pasti akan ada dampak baiknya.
Jadi, sudahkah kamu memulainya? Yuk bagikan keseruan kalian tentang mode berkelanjutan di kolom komentar ya. Sampai jumpa. Happy blogging!
Terbaru
Lebih lama